Happy New Year
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
وَالْعَصْرِ
إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ
إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
- Al Qur'an Surat Al 'Ashr -
HEART / SOUL / MIND
Tahun ini kami sekeluarga mudik lagi. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Setiap tahun, setiap lebaran. Sebagaimana layaknya jutaan rakyat di republik ini.
Anak-anak menyambut Ramadhan ini dengan gembira
Pada pagi hari yang indah burung-burung berkicau
Penting 'gak seh blog?
Beberapa hari yang lalu, saya sempat berbincang-bincang dengan seorang petani ubi cilembu di Jatinangor Sumedang. Setelah bicara kesana-kemari, akhirnya kami sampai pada topik pendidikan. Sang petani sangat menyesalkan betapa mahalnya biaya pendidikan di republik ini. Dengan mahalnya pendidikan, maka yang memiliki kesempatan untuk pintar dan maju hanya mereka yang memiliki uang, begitu katanya.
Saya pernah percaya bahwa takdir hanyalah serentetan konsekuensi dari pilihan-pilihan yang kita ambil. Kita akan mengalami B jika kita memilih A. Sampai suatu saat seseorang bertanya, "Memangnya, kita memilih untuk dilahirkan?"
Satu minggu yang lalu saya mengalami peristiwa aneh. Hari itu, saya baru saja pulang sehabis mengecek kondisi keuangan di ATM di Jatinangor. Waktu menunjukkan pukul 22.00 WIB. Saya melewati gang kecil yang menuju ke kos saya. Suasana malam itu sangat sepi. Bahkan saya tidak bertemu dengan seorang pun. Ketika saya melewati sebuah rumah kosong, tiba-tiba ada keinginan yang kuat untuk menoleh kearah rumah tersebut. Dan Astaghfirullah, betapa kagetnya saya. Saat itu saya melihat di dalam rumah ada sosok putih yang hanya kelihatan wajahnya, sedang menatap keluar jendela. Sekilas saya pikir itu hanya imajinasi saya. Lalu saya berhenti dan memperhatikan lebih jelas. Ternyata sosok itu betul-betul nyata.
Kemarin saya mendapat kabar dari teman baik saya bahwa dia sudah menikah dan mengundang untuk menghadiri resepsinya. Kebetulan kami sudah berteman sejak kecil. Bertetangga dan satu sekolah. Ia teman saya melewati masa-masa remaja yang penuh warna. Setelah saya kuliah di Bandung, kami memang jarang bertemu. Sebab sudah sibuk dengan dunia dan kesibukan masing-masing. Ketika mendapat undangan itu, tiba-tiba terbayang masa-masa ketika kami dulu bermain bersama, sekolah, nongkrong, ngaji, belajar gitar, berpetualang, lari pagi, dan banyak kenangan-kenangan lain. Dan kini, dia telah melakukan satu langkah besar menuju kedewasaan. Lalu muncul pertanyaan, Loe kapan?